Selasa, 06 Oktober 2020

J A M U R

 Pengertian dan Morfologi Fungi

                   Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik. Mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Fungi ada yang bersifat parasit dan ada yang bersifat saprofit. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang terlarut, mereka disebut sporofit, dan bersifat parasit jika dalam memenuhi kebutuhan makanannya dengan mengambil dari benda hidup yang ditumpanginya. Fungi memiliki berbagai macam penampilan tertgantung pada spesiesnya (Pelczar, 2008).
                   Menurut Waluyo (2012), fungi tingkat tinggi maupun tingkat rendah mempunyai ciri yang khas, yakni berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa-hifa akan membentk miselium. Fungi merupakan organisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Mempunyai spora;
2.      Memproduksi spora;
3.      Tidak mempunyai klorofil sehingga tidak berfotosintesis;
4.      Dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual;
5.      Tubuh berfilamen dan dinding sel mengandung kitin, glukan, selulosa, dan manan.

Reproduksi Fungi
Menurut Dianti (2014), reproduksi jamur dapat terjadi secara vegetatif (aseksual) maupun generatif (seksual). Pada umumnya, reproduksi secara generatif merupakan reproduksi darurat yang hanya terjadi bila terjadi perubahan kondisi lingkungan. Reproduksi secara generatif dapat menghasilkan keturunan dengan variasi genetik yang lebih tinggi dibanding dengan reproduksi secara vegetatif. Adanya variasi genetik ini memungkinkan dihasilkannya keturunan yang lebih adaptif bila terjadi perubahan kondisi lingkungan.
Reproduksi Secara Vegetatif
Reproduksi secara vegetative(aseksual) pada jamur bersel satu dilakukan dengan cara pembentukan tunas yang akan tumbuh menjadi individu baru. Sementara reproduksi secara vegetatif pada jamur multiseluler dilakukan dengan cara sebagai berikut.
  • Fragmentasi(pemutusan) hifa. Potongan hifa yang terpisah akan tumbuh menjadi jamur baru.
  • Pembentukan spora aseksual. Spora aseksual dapat berupa sporangiospora atau konidiospora.
Jamur jenis tertentu yang sudah dewasa menghasilkan sporangiofor (tangkai kotak spora). Pada ujung sporangiofor terdapat sporangium (kotak spora). Di dalam kotak spora terjadi pembelahan sel secara mitosis dan menghasilkan banyak sporangiospora dengan kromosom yang haploid (n). Jamur jenis lainnya yang sudah dewasa dapat menghasilkan konidiofor (tangkai konidium). Pada ujung konidiofor terdapat konidium (kotak konidiospora). Di dalam konidium terjadi pembelahan sel secara mitosis dan menghasilkan banyak konidiospora dengan kromosom yang haploid (n). Baik sporangiospora maupun konidiospora, bila jatuh di tempat yang cocok, akan tumbuh menjadi hifa baru yang haploid (n).

Kebanyakan jamur bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi ketika sel-sel hifa berpisah dari jamur dan mulai tumbuh sendiri. Beberapa jamur juga menghasilkan spora. Reproduksi seksual pada jamur biasanya melibatkan dua perkawinan yang berbeda jenis. Bukan jantan dan betina, tetapi (+) dan (-) karena kedua jenis mempunyai ukuran yang sama. Ketika dua jenis kawin ini bertemu, mereka melebur dan setelah masa pertumbuhan dan perkembangan, mereka membentuk zigot diploid yang memasuki meiosis. Hal ini menghasilkan spora haploid yang mampu tumbuh, dengan putaran berulang mitosis, menjadi organsims baru.
Reproduksi Secara Generatif
Reproduksi pada jamur secara generatif (seksual) dilakukan dengan pembentukan spora seksual melalui peleburan antara hifa yang berbeda jenis. Mekanismenya dapat diuraikan sebagai berikut.
  1. Hifa (+) dan hifa (-), masing-masing berkromosom haploid (n), berdekatan membentuk gametangium. Gametangium merupakan perluasan hifa.
  2. Gametangium mengalami plasmogami (peleburan sitoplasma) membentuk zigosporangium dikariotik (heterokariotik) dengan pasangan nukleus haploid yang belum bersatu. Zigosporangium memiliki lapisan dinding sel yang tebal dan kasar untuk bertahan pada kondisi buruk atau kering.
  3. Bila kondisi lingkungan membaik akan terjadi kariogami (peleburan inti) sehingga zigosporangium memiliki inti yang diploid (2n).
  4. Inti diploid zigosporangium segera mengalami pembelahan secara meiosis menghasilkan zigospora haploid (n) di dalam zigosporangium.
  5. Zigospora haploid (n) akan berkecambah membentuk sporangium bertangkai pendek dengan kromosom haploid (n).
  6. Sporangium haploid (n) akan menghasilkan spora spora yang haploid (n). Spora-spora ini memiliki keanekaragaman genetik.
  7. Bila spora-spora haploid (n) jatuh di tempat yang cocok, maka akan berkecambah (germinasi) menjadi hifa jamur yang haploid (n). Hifa akan tumbuh membentuk jaringan miselium yang semuanya haploid (n).
Klasifikasi Fungi
Menurut Alexocopoulus (1962) dalam R.S. Mehrotra dan K.R. Aneja (2005), thallophyta yang tidak berklorofil dibagi atas:
1.      Phylum Schizomycophyta (Bakteri)
2.      Phylum Myxomycophyta (Jamur lender)
3.      Phylum Eumycophyta (Jamur benar)
Phylum Eumycophyta (Jamur benar) terbagi atas 4 kelas, yaitu:
1.      Kelas Phychomycetes
2.      Kelas Aschomycetes
3.      Kelas Deuteromycetes atau fungi imperfect (jamur tidak sempurna)
4.      Kelas Basidiomycete

gambar. jamur Tiram



Tidak ada komentar:

Posting Komentar