Minggu, 05 Februari 2023

PEMIJAHAN IKAN

Teknik Pemijahan

        Teknik pemijahan merupakan proses perkawinan yang terjadi antara indukan jantan dan indukan betina yang mengeluarkan sel sperma dan sel telur dan terjadi diluar tubuh ikan (eksternal). Umumnya pemijahan dalam usaha pembenihan dilakukan yaitu untuk melestarikan dan mendapatkan benih unggul yang nantinya dapat memiliki harga jual, sedangkan untuk usaha pembesaran pemijahan dilakukan untuk mendapatkan calon indukan baru yang lebih berkualitas (Khairuman, 2002). 

        Pemijahan yang telah digunakan oleh para petani atau peternak ikan lele dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu, 

1. pemijahan alami (natural spawning), 


2. pemijahan semi alami (induced spawning) dan


3. pemijahan buatan (induced breeding). 

        Menurut studi pendahuluan dengan mewawancarai petani dan peternak ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) hasil yang didapatkan lebih banyak memilih teknik pemijahan secara alami. Hal ini didukung oleh pernyataan menurut Susanto (2011) yang menyatakan bahwa petani lebih banyak melakukan metode pemijahan secara alami maupun semi alami. Hal ini dilakukan untuk menekan dan menghemat total biaya produksi. Teknik Pemijahan Alami yaitu teknik pemijahan tanpa melibatkan bantuan dari manusia pada saat proses pemijahan yang dilakukan dengan cara menyeleksi indukan terlebih dahulu yang sudah matang gonad dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 1, kemudian induk jantan dan induk betina diletakkan kedalam kolam 10 khusus pemijahan dan didalam kolam tersebut sudah dimasukkan alat kakaban (ijuk yang diapit oleh bambu) guna menempelnya telur setelah proses pemijahan, kemudian proses pemijahan memerlukan waktu 1 x 24 jam (Susanto, 2011). 

        Umumnya ikan lele memijah pada malam hari, karena ikan lele memijah pada saat suasana tenang. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa induk jantan dan betina pada sore hari dimasukkan kedalam kolam pemijahan dan kolam ditutup agar ikan tidak loncat keluar. Ikan lele memijah pada saat malam hari, dan pada pagi harinya setelah telur ikan keluar maka masing-masing induk jantan dan betina dipindahkan pada kolam indukan kembali. Teknik Pemijahan Semi Alami, teknik pemijahan ini memiliki metode yang hampir sama teknik pemijahan buatan, dimulai dengan cara merangsang indukan betina dengan menggunakan tambahan suntikan kelenjar hipofisa atau suntikkan hormon jenis ovaprim kemudian dipijahkan alami dalam satu kolam khusus pemijahan. Perbedaan pemijahan semi alami dengan pemijahan buatan yaitu terdapat pada proses setelah melakukan penyuntikkan hormon, kemudian indukan jantan dan betina diletakkan kedalam kolam pemijahan hingga proses pembuahan selesai dan telur menempel pada kakaban yang telah disediakan.

        Sedangkan pada proses pemijahan buatan dilakukan dengan mengambil sel sperma indukan jantan dan sel telur indukan betina kemudian proses dilakukan diluar kolam pemijahan atau diwadah khusus sampai proses pembuahan selesai kemudian ditebar kedalam kolam pemijahan hingga telur menetas (Susanto, 2011). Teknik Pemijahan Buatan yaitu dilakukan dengan cara merangsang indukan betina dengan menggunakan tambahan suntikan hormon seperti ovaprim untuk mempercepat matangnya gonad, kemudian dipijahkan secara buatan. Pada 11 pemijahan buatan, induk betina dan jantan yang digunakan adalah dengan perbandingan 1 : 1 (sel telur dari 1 kg indukan betina dapat dibuahi dengan sperma dari indukan jantan 1 kg) dan dilakukan diluar kolam pemijahan. 

        Metode pengambilan sperma indukan jantan yaitu dengan melakukan pembedahan dimulai dari bagian anus hingga kebelakang insang dan dipotong secara vertikal tepat dibelakang insang sehingga ikan terpisah antara badan dan kepala (Susanto, 2011). Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Hernowo (2008) pengambilan kantung sperma dengan cara pembedahan pada indukan jantan dimulai dari anus dengan menggunakan garis diagonal seperti huruf “Y”. Kantung sperma berjumlah 2 buah kemudian dipotong dan diencerkan dengan menggunalkan Nacl sebanyak 50 ml. Cairan sperma hanya dapat digunakan dalam jangka waktu kurang lebih 2 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Gusrina (2008) bahwa sperma yang telah dihaluskan hanya dapat bertahan kurang lebih 1 menit dan cairan berwarna keruh. Metode pengambilan sel telur indukan betina yaitu dengan menggunakan teknik Streeping/Pengurutan, dilakukan setelah 24 jam penyuntikkan hormon. Teknik pengurutan dilakukan dengan cara mengurut perut dari arah kepala ke arah lubang genital sampai dapat dirasakan sel telur telah habis. 

        Setelah proses Streeping kemudian melakukan penghitungan fekunditas telur yang dihasilkan dengan cara menimbang berat indukan betina sebelum proses Streeping dikurangi berat setelah proses Streeping. Setelah itu melakukan pembuahan dengan cara mencampurkan sel sperma dan sel telur pada wadah yang telah disiapkan. Pembuahan berlangsung cepat karena sperma hanya aktif bergerak dan bertahan hidup kurang lebih satu menit setelah terkena air. Setelah itu telur yang 12 telah dibuahi ditebar secara merata pada kolam khusus pemijahan hingga proses penetasan telur terjadi (Susanto, 1999). 2.1.1 Seleksi Indukan Seleksi induk yang siap dipijah perlu dilakukan karena tidak semua ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) yang terdapat pada kolam indukan siap untuk dipijahkan (matang gonad). Hal ini didukung dengan pernyataan menurut Darseno (2010) tidak semua induk yang dipelihara dikolam indukan siap dipijahkan, hanya ikan lele yang memiliki syarat tertentu yang boleh dipijahkan.

         Indukan ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) yang siap untuk dipijahkan minimal berumur 1 tahun. Pemilihan indukan ikan lele yang baik menurut Andrianto (2005) dan memenuhi syarat seperti berikut:
 1. Induk jantan dan induk betina tidak berasal dari satu indukan, hal ini menyebabkan kualitas telur kurang baik. 
2. Reproduksi ikan lele antara lain umur minimal 1 tahun, berat 0,7-1 kg dan panjang 25-30 cm (betina) sedangkan umur minimal 1 tahun, berat 0,5-0,75 kg dan panjang 30-35 cm (jantan). 
3. Induk diambil dari benih yang dibesarkan dalam kolam dengan air, suhu dan pH yang tetap sehingga indukan terbiasa dengan suasana lingkungan kolam. 
4. Berumur lebih dari satu tahun untuk indukan betina, dan lebih dari delapan bulan untuk indukan jantan. 
5. Memiliki badan simetri, tidak cacat, tidak luka, dan lincah. 
6. Telah matang gonad. Metode yang dilakukan pada saat menyeleksi indukan yaitu dengan cara mengamati dan mengurut bagian perut bawah hingga kelubang urogenital. 

        Indukan jantan memiliki ciri yaitu warna pada kelaminnya terlihat kemerahan, bentuk 13 urogenitalnya meruncing, bentuk tulang kepala lebih mendatar (pipih), warna dasar tubuh ikan sebelum matang gonad berwarna hitam dan jika sudah matang gonad maka ikan tersebut akan berubah warna menjadi lebih hitam dari sebelumnya, perut tetap meruncing dan bila diurut kearah bagian urogenitalnya akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu. Sedangkan indukan betina memiliki ciri warna alat kelamin terlihat kemerahan, bentuk urogenitalnya membulat, bentuk tulang kepala agak cekung, warna tubuh lebih cerah dari pada warna biasa, perut membesar dan bila diurut akan mengeluarkan telur berwarna kuning kehijauan.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar