Teknik Pemijahan
Teknik pemijahan merupakan proses perkawinan yang terjadi antara indukan
jantan dan indukan betina yang mengeluarkan sel sperma dan sel telur dan terjadi
diluar tubuh ikan (eksternal). Umumnya pemijahan dalam usaha pembenihan
dilakukan yaitu untuk melestarikan dan mendapatkan benih unggul yang nantinya
dapat memiliki harga jual, sedangkan untuk usaha pembesaran pemijahan
dilakukan untuk mendapatkan calon indukan baru yang lebih berkualitas
(Khairuman, 2002).
Pemijahan yang telah digunakan oleh para petani atau peternak ikan lele
dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu,
1. pemijahan alami (natural
spawning),
2. pemijahan semi alami (induced spawning) dan
3. pemijahan buatan
(induced breeding).
Menurut studi pendahuluan dengan
mewawancarai petani dan peternak ikan lele mutiara (Clarias gariepinus) hasil
yang didapatkan lebih banyak memilih teknik pemijahan secara alami. Hal ini
didukung oleh pernyataan menurut Susanto (2011) yang menyatakan bahwa petani
lebih banyak melakukan metode pemijahan secara alami maupun semi alami. Hal
ini dilakukan untuk menekan dan menghemat total biaya produksi.
Teknik Pemijahan Alami yaitu teknik pemijahan tanpa melibatkan bantuan
dari manusia pada saat proses pemijahan yang dilakukan dengan cara menyeleksi
indukan terlebih dahulu yang sudah matang gonad dengan perbandingan jantan dan
betina 1 : 1, kemudian induk jantan dan induk betina diletakkan kedalam kolam
10
khusus pemijahan dan didalam kolam tersebut sudah dimasukkan alat kakaban
(ijuk yang diapit oleh bambu) guna menempelnya telur setelah proses pemijahan,
kemudian proses pemijahan memerlukan waktu 1 x 24 jam (Susanto, 2011).
Umumnya ikan lele memijah pada malam hari, karena ikan lele memijah
pada saat suasana tenang. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Effendi (2003)
menyatakan bahwa induk jantan dan betina pada sore hari dimasukkan kedalam
kolam pemijahan dan kolam ditutup agar ikan tidak loncat keluar. Ikan lele
memijah pada saat malam hari, dan pada pagi harinya setelah telur ikan keluar
maka masing-masing induk jantan dan betina dipindahkan pada kolam indukan
kembali.
Teknik Pemijahan Semi Alami, teknik pemijahan ini memiliki metode yang
hampir sama teknik pemijahan buatan, dimulai dengan cara merangsang indukan
betina dengan menggunakan tambahan suntikan kelenjar hipofisa atau suntikkan
hormon jenis ovaprim kemudian dipijahkan alami dalam satu kolam khusus
pemijahan. Perbedaan pemijahan semi alami dengan pemijahan buatan yaitu
terdapat pada proses setelah melakukan penyuntikkan hormon, kemudian indukan
jantan dan betina diletakkan kedalam kolam pemijahan hingga proses pembuahan
selesai dan telur menempel pada kakaban yang telah disediakan.
Sedangkan pada
proses pemijahan buatan dilakukan dengan mengambil sel sperma indukan jantan
dan sel telur indukan betina kemudian proses dilakukan diluar kolam pemijahan
atau diwadah khusus sampai proses pembuahan selesai kemudian ditebar kedalam
kolam pemijahan hingga telur menetas (Susanto, 2011).
Teknik Pemijahan Buatan yaitu dilakukan dengan cara merangsang
indukan betina dengan menggunakan tambahan suntikan hormon seperti ovaprim
untuk mempercepat matangnya gonad, kemudian dipijahkan secara buatan. Pada
11
pemijahan buatan, induk betina dan jantan yang digunakan adalah dengan
perbandingan 1 : 1 (sel telur dari 1 kg indukan betina dapat dibuahi dengan sperma
dari indukan jantan 1 kg) dan dilakukan diluar kolam pemijahan.
Metode
pengambilan sperma indukan jantan yaitu dengan melakukan pembedahan dimulai
dari bagian anus hingga kebelakang insang dan dipotong secara vertikal tepat
dibelakang insang sehingga ikan terpisah antara badan dan kepala (Susanto, 2011).
Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Hernowo (2008) pengambilan kantung
sperma dengan cara pembedahan pada indukan jantan dimulai dari anus dengan
menggunakan garis diagonal seperti huruf “Y”.
Kantung sperma berjumlah 2 buah kemudian dipotong dan diencerkan
dengan menggunalkan Nacl sebanyak 50 ml. Cairan sperma hanya dapat digunakan
dalam jangka waktu kurang lebih 2 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut
Gusrina (2008) bahwa sperma yang telah dihaluskan hanya dapat bertahan kurang
lebih 1 menit dan cairan berwarna keruh. Metode pengambilan sel telur indukan
betina yaitu dengan menggunakan teknik Streeping/Pengurutan, dilakukan setelah
24 jam penyuntikkan hormon.
Teknik pengurutan dilakukan dengan cara mengurut perut dari arah kepala ke
arah lubang genital sampai dapat dirasakan sel telur telah habis.
Setelah proses
Streeping kemudian melakukan penghitungan fekunditas telur yang dihasilkan
dengan cara menimbang berat indukan betina sebelum proses Streeping dikurangi
berat setelah proses Streeping. Setelah itu melakukan pembuahan dengan cara
mencampurkan sel sperma dan sel telur pada wadah yang telah disiapkan.
Pembuahan berlangsung cepat karena sperma hanya aktif bergerak dan
bertahan hidup kurang lebih satu menit setelah terkena air. Setelah itu telur yang
12
telah dibuahi ditebar secara merata pada kolam khusus pemijahan hingga proses
penetasan telur terjadi (Susanto, 1999).
2.1.1 Seleksi Indukan
Seleksi induk yang siap dipijah perlu dilakukan karena tidak semua ikan lele
mutiara (Clarias gariepinus) yang terdapat pada kolam indukan siap untuk
dipijahkan (matang gonad). Hal ini didukung dengan pernyataan menurut Darseno
(2010) tidak semua induk yang dipelihara dikolam indukan siap dipijahkan, hanya
ikan lele yang memiliki syarat tertentu yang boleh dipijahkan.
Indukan ikan lele
mutiara (Clarias gariepinus) yang siap untuk dipijahkan minimal berumur 1 tahun.
Pemilihan indukan ikan lele yang baik menurut Andrianto (2005) dan memenuhi
syarat seperti berikut:
1. Induk jantan dan induk betina tidak berasal dari satu indukan, hal ini
menyebabkan kualitas telur kurang baik.
2. Reproduksi ikan lele antara lain umur minimal 1 tahun, berat 0,7-1 kg dan
panjang 25-30 cm (betina) sedangkan umur minimal 1 tahun, berat 0,5-0,75
kg dan panjang 30-35 cm (jantan).
3. Induk diambil dari benih yang dibesarkan dalam kolam dengan air, suhu dan
pH yang tetap sehingga indukan terbiasa dengan suasana lingkungan kolam.
4. Berumur lebih dari satu tahun untuk indukan betina, dan lebih dari delapan
bulan untuk indukan jantan.
5. Memiliki badan simetri, tidak cacat, tidak luka, dan lincah.
6. Telah matang gonad.
Metode yang dilakukan pada saat menyeleksi indukan yaitu dengan cara
mengamati dan mengurut bagian perut bawah hingga kelubang urogenital.
Indukan
jantan memiliki ciri yaitu warna pada kelaminnya terlihat kemerahan, bentuk
13
urogenitalnya meruncing, bentuk tulang kepala lebih mendatar (pipih), warna dasar
tubuh ikan sebelum matang gonad berwarna hitam dan jika sudah matang gonad
maka ikan tersebut akan berubah warna menjadi lebih hitam dari sebelumnya, perut
tetap meruncing dan bila diurut kearah bagian urogenitalnya akan mengeluarkan
cairan berwarna putih susu. Sedangkan indukan betina memiliki ciri warna alat
kelamin terlihat kemerahan, bentuk urogenitalnya membulat, bentuk tulang kepala
agak cekung, warna tubuh lebih cerah dari pada warna biasa, perut membesar dan
bila diurut akan mengeluarkan telur berwarna kuning kehijauan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar